Bersepeda, Berarsitektur dan Pembelajaran Arsitektur

Berawal dari hobby sejak kecil, bersepeda menjadi hal yang menyenangkan bagi saya hingga saat ini. Saat rekan-rekan dosen dan staff UNS beramai-ramai up load di blog resmi universitas tentang hal-hal yang sangat akademis, ilmiah, dan membuat kening berkerut, saya malah menulis sesuatu yang “sepele”: bersepeda. Tentu saja banyak yang mempertanyakan, mengapa saya tertarik menulis tentang bersepeda, sementara blog ini adalah blog resmi universitas.

Tema blog ini adalah “arsitektur dan akademika“. Apa sih hubungannya bersepeda dengan berarsitektur dan pembelajaran? Wah, saya jadi berpikir untuk menjawab secara “akademis dan ilmiah sambil mengerutkan kening”.

Tentu saja ada hubungan yang sangat erat antara bersepeda dan arsitektur kota. Karena hampir dalam setiap perjalanan bersepeda, terutama saat touring ke luar kota, hal pertama yang terlintas adalah: di mana tempat yang paling bagus untuk berfoto sebagai bukti bahwa saya sudah bersepeda di kota tersebut? Dalam bahasa arsitektur, hal tersebut terkait dengan landmark suatu kota, sebuah “tetenger” kota. Landmark suatu kota bisa berupa bangunan, sclupture, patung atau lingkungan binaan yang sudah dan mudah dikenali oleh masyarakat. Seperti contohnya: Jakarta memiliki Monas, Surabaya memiliki patung sura dan baya, Amerika memiliki patung Liberty, Perancis memiliki menara Eiffel dan sebagainya.

Sebagai bagian dari pembelajaran arsitektur kota, bersepeda membuat saya lebih mudah menangkap dan memahami fenomena sebuah kota. Dengan kecepatan kayuh yang tidak terlalu cepat (bila dibandingkan mengalami ruang kota dengan mengendarai mobil atau motor) dan tidak terlalu lambat dan melelahkan saat survey kota yang dilakukan dengan berjalan kaki (karena dengan berjalan kaki kemampuan “meng-orbit” kota juga sangat terbatas radiusnya), maka bersepeda menjadi pilihan efektif dalam mengenali suatu kota.

Belum tentu yang saya tuliskan adalah benar, kalau yang dicari pembenaran. Saya hanya mencoba mengkaitkan apa yang terpikir di benak saja. Yang jelas, saya cuma ingin menuliskan bahwa, saya suka bersepeda (tanpa harus ada alasan “akademis, ilmiah, sambil mengerutkan kening”). Itu saja.